Selasa, 12 Juni 2012



LIONTIN TAIGANJA
SENI HERITAGE TAIGANJA 

Pada saat ini seni heritage (seni tradisional) merupakan seni yang hampir punah di mata masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang tidak mengenali kekayaan seni budaya yang dimiliki daerahnya masing-masing. Salah satu yang menjadi seni heritage yang hampir punah ialah seni kriya “Taiganja” yang berasal dari daerah Sulawesi Tengah. Untuk itu perlu adanya pengenalan tentang potensi seni kriya Taiganja yang dimiliki kepada masyarakat, mengingat pengetahuan akan seni heritage daerah Sulawesi Tengah sangat minim.


Kata Taiganja berasal dari bahasa Kaili yang terdiri dari dua kata,yaitu  Tai = perut dan Ganja = rupa atau bentuk, dengan demikian dapat diartikan lepas sebagai benda yang menyerupai perut. Istilah perut disini dapat berarti kiasan yang maksudnya alat kelamin dan dapat pula sebagai hati yang menyangkut perasaan. Penggambaran wujud Taiganja secara keseluruhan merupakan manifestasi bentuk manusia atau lambang pemiliknya. Di Ranah Kaili (sebutan untuk Tanah Kaili), Taiganja juga digunakan sebagai “Mahar” dalam sebuah pernikahan, serta simbol-simbol dalam ritual adat-istiadat. Taiganja juga melambangkan status pemiliknya, yang diperoleh dengan suatu prosedur adat dan generatif yang tertentu saja. Dengan demikian, kepemilikan Taiganja tidak hanya berdasarkan kemampuan memperoleh secara finansial, tetapi juga dengan kewenangan adat dan generatif yang dimilikinya.
Dahulu proses pembuatan Taiganja adalah dengan menggunakan metode cuang. Yakni metode cetak dengan menggunakan lilin sebagai bahan untuk membuat patung yang akan dilelehkan, kemudian patung lilin tersebut akan dibungkus dengan campuran tanah liat, sehingga tanah tersebut menjadi wadah bagi logam (emas/kuningan) yang akan dibentuk menjadi Taiganja. Hal ini pula dapat membuat kita takjub, bahwa pada zaman lampau suku Kaili dan Kulawi telah mengenal metode cuang yang dianggap sebagai teknologi tinggi pada masa itu.